Pada realita yang ada saat ini dominasi asing makin
meluas dan menyebar pada seluruh aspek-aspek perekonomian, Dominasi asing
semakin kuat pada sektor-sektor strategis, seperti keuangan, energi dan sumber
daya mineral, telekomunikasi, serta perkebunan. Dengan dominasi asing seperti
itu, perekonomian sering kali terkesan tersandera oleh kepentingan mereka.
Per Maret 2011 pihak asing telah menguasai 50,6
persen aset perbankan nasional. Dengan demikian, sekitar Rp 1.551 triliun dari
total aset perbankan Rp 3.065 triliun dikuasai asing. Secara perlahan porsi
kepemilikan asing terus bertambah. Per Juni 2008 kepemilikan asing baru
mencapai 47,02 persen.Hanya 15 bank yang menguasai pangsa 85 persen. Dari 15
bank itu, sebagian sudah dimiliki asing. Dari total 121 bank umum, kepemilikan
asing ada pada 47bank denganporsibervariasi. Karena dominasi asing ini sudah
begitu luas, dan sudah menimbulkan kerugian dan penderitaan yang sangat besar
pula bagi bangsa dan negara, maka dosa mereka itu sekali-kali tidak bisa
dimaafkan atau dibiarkan begitu saja. Dengan melakukan berbagai tindakan
yang menyebabkan terjadinya dominasi asing di bidang ekonomi bangsa maka mereka
ini telah menodai atau melanggar UUD 45 pasal 33, yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Bukan hanya itu saja pada bidang migas dan
pertambangan kita juga dibuat “gigit jari” oleh pihak asing yang mendominasi.
Eksploitasi sumber daya mineral strategis sebagai komoditas semakin tidak
terkendali dengan penerapan otonomi daerah. Pemerintah mencatat ada 8.000 izin
kuasa pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah. Kondisi itu semakin
membuka peluang asing untuk menguasai langsung sumber daya batubara dan
mineral.
Perusahaan tambang asing, terutama China dan
India, masuk menguasai tambang kecil dengan membiayai perusahaan-perusahaan
tambang lokal yang kesulitan pendanaan. Mengacu data British Petroleum
Statistical Review, Indonesia yang hanya memiliki cadangan batubara terbukti
4,3 miliar ton atau 0,5 persen dari total cadangan batubara dunia menjadi
pemasok utama batubara untuk China yang memiliki cadangan batubara terbukti
114,5 miliar ton atau setara 13,9 persen dari total cadangan batubara dunia.
Dominasi asing pada sektor migas dan
pertambangan itu, dengan penguasaan wilayah kerja yang meluas dan tersebar dari
wilayah Sabang di barat sampai Papua di timur Nusantara, membuat kedaulatan
negara dan bangsa rawan. Kita ambil contoh Freeport yang becokol di Papua,
hanya beberapa persen saja hasil yang didapatkan Negara. Mengenai renegosiasi
dengan Freeport hingga Inco dan perusahan tambang asing lainnya, Hatta
mengatakan, pemerintah menargetkan adanya peningkatan royalti yang diberikan
kepada pemerintah. Sebab, selama ini diakui masih sangat rendah. Misalnya,
Freeport royaltinya hanya 1 persen, padahal Aneka Tambang 3,5 persen..
Tentang gas yang secara kontrak harus diekspor,
Hatta mengatakan, pemerintah menghormatinya. "Namun, kalau kita kurang,
gasnya akan kita pergunakan dulu untuk kita sendiri. Namun, persoalannya, gas
bumi kita tidak ada di Pulau Jawa. Sementara kita belum membangun reciving
terminal-nya untuk memasok Pulau Jawa. Kita baru mau membangunnya tahun ini.
Tidak dipungkiri Sumber Daya Alam dibumi pertiwi
ini dik memang sangat melimpah akan tetapi hal tersebut tidak dibarengi oleh
Sumber Daya Manusia yang ada, untuk mengolah SDA tersebut harus dibutuhkan SDM
yang berkualitas, salah satu faktor terbesar mengapa perusahaan asing bercokol
dan “betah” di Indonesia adalah factor dimana SDM kita tidak/belum dapat
mengolah SDA tersebut dengan baik, tetapi bukan semua orang di Indonesia tidak
bisa, banyak sekali orang Indonesia yang bekerja pada perusahaan asing di luar
negri untuk mengolah SDA di sana. Mengapa begitu, karena mungkin di sana
aturannya jelas dan lebih terjamin dari segi upah gaji yang lebih besar
tentunya dan jaminan hidup yang lebih baik. Sebaiknya kita berkaca pada diri
kita masing-masing untuk berusaha bagaimana memperbaiki moral dan menambah
intelektual kita agar tak lagi asing yang mendominasi ini semua.
sumber :
http://pujiasriyani037.blogspot.com/2015/03/pengelolaan-sumber-daya-alam-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar