Kamis, 30 Juni 2016

Contoh Persaingan Tidak Sehat



PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT ANTARA PERUSAHAAN MOTOR YAMAHA DAN HONDA

Perspektif ekonomi dan hukum, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa tujuan kebijakan persaingan (competition policy) adalah untuk meminimalisir inefesiensi perekonomian yang diakibatkan oleh perilaku pelaku usaha yang bersifat anti persaingan.

 Ada dua penyebab distorsi perekonomian yang dapat mengakibatkan pasar menjadi tidak sempurna:
    1.       Eksternalitas pasar yang memungkinkan perusahaan2 yang mempunyai kekuatan pasar menggunakan kekuatan tersebut untuk menghancurkan pesaingnya (competitor elimination) dengan cara tidak sehat.
   2.       Kebijakan intervensi pemerintah sendiri yang menimbulkan distorsi pasar dan inefesiensi perekonomian. Penyebab pertama besumber pada perilaku perusahaan, sedangkan penyebab kedua bersumber pada intervensi pemerintah terhadap pasar.

Beberapa cara tidak sehat yang dilakukan perusahaan untuk memenangkan persaingan tidak sehat, diantaranya:
   1.       Tindakan Kolutif
      Adalah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara bersamasama atau
membagibagi pasar sedemikian rupa sehingga memaksimumkan keuntungan masingmasing perusahaan.  
   2.       Tindakan yang menghancurkan pesaing, terbagi dua cara:
   a.       Vertical Restraint
         Adalah pengaturan hubungan antara supplier dengan produsen atau antara produsen dengan distributor.
   b.      Predatory Pricing
         Adalah bilamana perusahaan secara temporer menetapkan harga di bawah harga yang rendah sebagai upaya menghalangi masuknya pesaing, mengusir pesaing, atau mendikte pesaing.

Persaingan tidak sehat seringkali digunakan perusahaan-perusahaan untuk mendapat keuntungan yang maksimum baik perusahaan-perusahaan di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, contoh perusahaan yang melakukan persaingan tidak sehat adalah perusahaan motor Yamaha dan Honda. Jika melihat market share Honda dan Yamaha yang menjadi leader pemasaran motor di Indonesia memang bisa dicurigai. Sehingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penyelidakan terhadap kedua prosuden motor terbesar di Indonesia.

KPPU menduga PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mengontrol penuh harga sepeda motor, hingga penguasaan pasarnya mencapai 93 persen. Kecurigaan bermula dari ditemukannya data bahwa biaya produksi rata-rata sepeda motor bebek dan Skutik hanya berada di kisaran Rp. 7-8 juta per unit. Namun di pasar bisa dilepas rata-rata Rp. 14-15 juta. PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing mendapat panggilan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk diperiksa apakah benar kedua produsen motor tersebut memang melakukan praktik kartel. Tetapi keduanya membantah dugaan KPPU dan mengatakan bahwa tidak ada pengaturan harga atau melakukan kesepakatan apa pun.

Apakah praktik kartel itu? Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi. Berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir semua negara. Walaupun demikian, kartel tetap ada baik dalam lingkup nasional maupun internasional, formal maupun informal. Berdasarkan definisi ini, satu entitas bisnis tunggal yang memegang monopoli tidak dapat dianggap sebagai suatu kartel, walaupun dapat dianggap bersalah jika menyalahgunakan monopoli yang dimilikinya. Kartel biasanya timbul dalam kondisi oligopoli, di mana terdapat sejumlah kecil penjual dengan jenis produk yang homogen.

Kartel dilakukan oleh pelaku usaha dalam rangka memperoleh market power. market power ini memungkinkan mereka mengatur harga produk dengan cara membatasi ketersediaan barang di pasar. pengaturan persediaan dilakukan dengan bersama-sama membatasi produksi dan atau membagi wilayah penjualan.

                Masih menyangkut soal perusahaan otomotif yang melakukan kecurangan, sebelumnya KPPU telah memutuskan enam perusahaan produsen ban kendaraan terbukti melakukan kartel. Dalam sidang yang digelar pada Rabu, 7 Januari 2015, enam perusahaan ini didenda masing-masing Rp 25 miliar. Ketua Majelis KPPU Kamser Lumban Raja menyatakan enam perusahaan itu adalah PT Bridgestone Tire Indonesia, PT Sumi Rubber Indonesia, PT Gajah Tunggal Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Elang Perdana Tyre Industry, dan PT Industri Karet Deli. Keenam perusahaan tersebut tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).

                Keenamnya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk menentukan harga produk pada pasar yang sama. Sedangkan Pasal 11 menyatakan pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran.

                KPPU menyoroti praktik penetapan harga ban mobil ring 13, ring 14, ring 15, ring 16, dan ring 17 pada 2009 hingga 2012. Menurut Kamser, ada temuan rapat rutin anggota APBI yang mengindikasikan kesepakatan untuk menahan produksi dan mengatur harga. Salah satunya rapat presidium tanggal 21 Januari 2009 yang mengamanatkan anggota APBI untuk tidak membanting harga.


                Jadi KPPU masih dalam proses penyelidikan tentang penentuan harga sepeda motor untuk jenis bebek dan skutik serta ‎kerjasama dalam penentuan volume penjualan sepeda motor yang dilakukan oleh PT. Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Jika kedua produsen motor tersebut terbukti bersalah maka keduanya akan dijatuhi pasal yang sama dengan keenam perusahaan produsen ban yaitu dengan Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.

Harga Daging Meningkat



    1.      Kenapa Haraga Daging Meningkat ?

Menurut Ketua Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring mengatakan tingginya jual harga daging saat ini karena nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah. Secara otomatis harga jual daging impor di Indonesia pun menjadi mahal karena kebutuhan daging dalam negeri tidak mencukupi sehingga harus diimpor.
Contohnya importir membeli daging sapi dari Australia seharga 4 dolar AS per kg atau setara Rp54.000 (kurs Rp13.500).Dari Rp54.000 per kg ditambah, ada 10 persen untuk pajak, lalu beamasuk, biaya pengapalan, angkutan ke gudang dan biaya lainnya.

   2.      Benarkah ada kartel daging yang bermain disini ?

Menurut informasi yang saya dapatkan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyelidiki sepertinya ada keterlibatan kartel dalam perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga. Syarkawi menduga kalau penurunan pasokan dan kenaikan harga daging sapi di beberapa daerah terjadi karena ada permainan beberapa pihak yang ingin meraih keuntungan pribadi dari kondisi tersebut. Syarkawi juga menduga telah terjadi perilaku antipersaingan yang dilakukan pelaku usaha secara berkelompok dan menjurus ke kartel. Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, bahwa pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar. Kenaikan harga daging sapi sepertinya menjadi perhatian Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang. Dia mengatakan, bahwa kenaikan terjadi akibat ulah kartel lima perusahaan. Karena itu dia meminta aparat penegak hukum segera mengamankan para perusahaan berpraktik kartel ini.


Jumat, 06 Mei 2016

Kasus Perlindungan Konsumen




Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen RI menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diiskriminatif hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, dan sebagainya.
Selain Undang-Undang tersebut, ada banyak lagi dasar hukum yang dapat dijadikan perlindungan oleh konsumen yaitu :
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen


Kasus tentang penyelewengan perlindungan konsumen terjadi pada seseorang. suatu hari dia berniat untuk mengirimkan ijazah kepada kakak-nya. Kakak-nya meminta untuk mengirimkan ijazahnya karena untuk keperluan pekerjaan, untuk itu orang tersebut pergi ke JNE perusahaan yang memberikan jasa pengiriman barang. Sudah seminggu berlalu semenjak orang tersebut mengirimkan ijazah-nya kepada sang kakak tetapi masih belum tiba. Akhirnya sang kakak pun datang ke kantor JNE yang ada di Tuban tetapi setelah sampai disana tidak mendapatkan respon yang baik. Setelah 3 minggu menunggu orang tersebut atau sang adik pun mendapat telepon dari pihak JNE dan diberitahu bahwa barang yang sang adik kirimkan dinyatakan hilang sang adik pun mulai emosi, bagaimana tidak surat penting yang sudah dikirim begitu lama namun baru dikonfirmasi setelah sekian lama. padahal sang kakak sudah melaporkannya seminggu setelah pengiriman. Tidak lama setelah itu rumah kakak beradik ini di datangi oleh pihak JNE karena sebelumnya sang kakak  menulis keluhannya tersebut di KOMPAS. Pihak JNE pun datang untuk menawarkan ganti rugi 10x lipat dari biaya pengiriman yaitu sekitar Rp 120.000 namun Ayah dari si pengerim  yang kebetulan berbicara dengan pihak dari JNE tersebut tidak mau ganti rugi berupa uang. Ayah saya hanya ingin pihak JNE mengurus surat-surat yang dibutuhkan agar sang kakak bisa membuat ijazah yang baru. Namun pihak JNE hanya memberikan surat pernyataan kehilangan yang dibuat oleh JNE dan mereka mengatakan akan membuat surat pernyataan hilang juga dari polisi, namun sampai saat ini surat itu tidak kunjung datang dan sipengirim tidak lagi dihubungi oleh pihak JNE.



ANALISIS :
Kejadian seperti ini tentunya dapat menggambarkan bahwa konsumen tidak lagi mendapatkan haknya untuk dapa memiliki rasa aman untuk menggunakan suatu jasa. Kejadian ini tentunya sangat merugikan konsumen dan perusahaan itu sendiri dimana perusahaan tersebut mungkin akan kehilangan kepercayaannya oleh konsumen sehingga berpengaruh pada bisnis yan dijalankannya.