a. Peristiwa
Direksi BPR Pundi Artha Sejatera mencairkan uang deposito
nasabah senilai Rp 6 miliar tanpa sepengetahuan nasabah yang bernama Joko yang
terjadi pada tahun 2008.
b. Deskripsi Fraud
Awalnya pada tahun 2008 Joko menyimpan dana Rp 6 miliar dan ingin mencairkan dana depositonya pada tahun
2011 karena sudah jatuh tempo namun tidak bisa menarik sebagian uangnya. Kemudian,
pihak BPR memberikan dua lembar cek Bank Central Asia (BCA) senilai Rp 450 juta
dan Rp 250 juta pada januari 2011 namun tidak bisa dicairkan karena saldo tidak
mencukupi.
c. Modus
Modus penggelapan ini dengan cara memindahkan ke rekening DAV
(Pemilik BPR) lalu pihak BPR memindahbukukan (transfer) dan menarik tunai dana
deposito milik joko melalui penerbitan memo internal.
d. Tindakan Hukum
Para tersangka dijerat dengan pasal 49 ayat 1 a, b dan c,
pasal 50 Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana diubah diubah dengan UU
Nomor 10/1998 tentang perbankan. Selanjutnya dikenakan pasal 3, pasal 4, pasal
5 dan pasal 6 UU Nomor 15/2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25/2003 sebagaimana
diubah dengan UU Nomor 8/2010 tentang pencucian uang dan pasal 374 kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan.
e. Usulan
Pencegahan
Pertama,
BI menetapkan secara seragam sistem pengamanan yang harus dimiliki dan
diaplikasikan setiap bank. BI hendaknya menyewa konsultan teknologi pengamanan
bank dan konsultan tersebut mampu menciptakan serta menerapkan teknologi itu.
Setiap tahun setiap bank menyisihkan dana dengan persentase tertentu, misalnya
5 persen dari keuntungannya, untuk membiayai penciptaan dan penerapan sistem pengamanan
tersebut.
Kedua,
BI setiap tahun harus melaksanakan pemeriksaan (audit) secara intensif terhadap
setiap kantor cabang bank. Mengingat dalam pelaksanaannya BI mungkin tidak
memiliki auditor yang cukup, hendaknya BI segera menggunakan kewenangannya yang
ditentukan dalam Pasal 31A UU Perbankan No 7/1992 sebagaimana telah diubah
dengan UU No 10/1998 (UUPB). Ketentuan serupa juga disebutkan dalam Pasal 30
Ayat (1) UU BI No 23/1999. Ketentuan tersebut menentukan bahwa BI dapat menugasi
akuntan publik untuk dan atas nama BI melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
Ketiga,
setiap bank wajib secara intensif melakukan audit intern yang dilakukan oleh
satuan pemeriksa intern (SPI) bank tersebut. Hasil pemeriksaan SPI wajib
disampaikan kepada BI di samping kepada dewan komisaris bank masing-masing.
Pelaksanaan audit oleh SPI wajib dipastikan oleh BI dengan audit oleh BI.
Keempat, semua calon karyawan bank wajib menjalani tes psikologis untuk
memastikan bahwa calon pegawai tidak memiliki watak yang cenderung jahat.
Terhadap karyawan lama, setiap lima tahun sekali harus pula
dilakukan tes psikologis untuk memastikan apakah setelah bekerja beberapa tahun
kepribadiannya berubah sebagai akibat lingkungan.
Sumber :