Rabu, 15 November 2017

Sektor Perbankan : “Penggelapan Deposito Nasabah Oleh Direksi BPR (Bank Perkreditan Rakyat) Pundi Artha Sejahtera



     a.    Peristiwa
Direksi BPR Pundi Artha Sejatera mencairkan uang deposito nasabah senilai Rp 6 miliar tanpa sepengetahuan nasabah yang bernama Joko yang terjadi pada tahun 2008.

     b.    Deskripsi Fraud
Awalnya pada tahun 2008 Joko menyimpan dana Rp 6 miliar dan  ingin mencairkan dana depositonya pada tahun 2011 karena sudah jatuh tempo namun tidak bisa menarik sebagian uangnya. Kemudian, pihak BPR memberikan dua lembar cek Bank Central Asia (BCA) senilai Rp 450 juta dan Rp 250 juta pada januari 2011 namun tidak bisa dicairkan karena saldo tidak mencukupi.

     c.     Modus
Modus penggelapan ini dengan cara memindahkan ke rekening DAV (Pemilik BPR) lalu pihak BPR memindahbukukan (transfer) dan menarik tunai dana deposito milik joko melalui penerbitan memo internal.

     d.    Tindakan Hukum
Para tersangka dijerat dengan pasal 49 ayat 1 a, b dan c, pasal 50 Undang-Undang nomor 7 tahun 1992 sebagaimana diubah diubah dengan UU Nomor 10/1998 tentang perbankan. Selanjutnya dikenakan pasal 3, pasal 4, pasal 5 dan pasal 6 UU Nomor 15/2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 25/2003 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 8/2010 tentang pencucian uang dan pasal 374 kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan.

     e.    Usulan Pencegahan
Pertama, BI menetapkan secara seragam sistem pengamanan yang harus dimiliki dan diaplikasikan setiap bank. BI hendaknya menyewa konsultan teknologi pengamanan bank dan konsultan tersebut mampu menciptakan serta menerapkan teknologi itu. Setiap tahun setiap bank menyisihkan dana dengan persentase tertentu, misalnya 5 persen dari keuntungannya, untuk membiayai penciptaan dan penerapan sistem pengamanan tersebut.
Kedua, BI setiap tahun harus melaksanakan pemeriksaan (audit) secara intensif terhadap setiap kantor cabang bank. Mengingat dalam pelaksanaannya BI mungkin tidak memiliki auditor yang cukup, hendaknya BI segera menggunakan kewenangannya yang ditentukan dalam Pasal 31A UU Perbankan No 7/1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No 10/1998 (UUPB). Ketentuan serupa juga disebutkan dalam Pasal 30 Ayat (1) UU BI No 23/1999. Ketentuan tersebut menentukan bahwa BI dapat menugasi akuntan publik untuk dan atas nama BI melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
Ketiga, setiap bank wajib secara intensif melakukan audit intern yang dilakukan oleh satuan pemeriksa intern (SPI) bank tersebut. Hasil pemeriksaan SPI wajib disampaikan kepada BI di samping kepada dewan komisaris bank masing-masing. Pelaksanaan audit oleh SPI wajib dipastikan oleh BI dengan audit oleh BI. Keempat, semua calon karyawan bank wajib menjalani tes psikologis untuk memastikan bahwa calon pegawai tidak memiliki watak yang cenderung jahat.
Terhadap karyawan lama, setiap lima tahun sekali harus pula dilakukan tes psikologis untuk memastikan apakah setelah bekerja beberapa tahun kepribadiannya berubah sebagai akibat lingkungan.

Sumber :


Minggu, 08 Oktober 2017

RINGKASAN HASIL PENELITIAN ILMIAH & HUBUNGANNYA DENGAN ETIKA



Ringkasan Hasil Penelitian Ilmiah
Salah satu fungsi manajemen adalah untuk membuat keputusan. Manajemen memerlukan informasi untuk membuat keputusan, dan untuk menentukan dampak terhadap laba yang akan diakibatkan oleh setiap alternatif tindakan yang dilakukan. Manajemen menggunakan informasi pendapatan dan biaya yang diferensial untuk pembuatan keputusan.
            Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk mengetahui informasi akuntansi diferensial terhadap pengambilan keputusan membuat atau membeli sendiri bahan baku bakso pada UD. Bakso Solo.
            Berdasarkan data yang didapat penulis dari hasil wawancara kepada pihak UD. Bakso Solo pada januari 2017 maka penulis melakukan perhitungan untuk mendapatkan perbandingan dari kedua alternatif membuat sendiri bakso atau membeli bakso dari pihak luar. Berikut perhitungan yang dibuat oleh penuli:
   1.      Biaya Bahan baku yang di dapat dari daging dan sagu aren dengan total Rp 760.000
  2.      Biaya Bahan Penolong yang di dapat dari bahan bahan untuk membantu membuat bakso seperti garam, baking soda, rocyo, bawang putih, merica bubuk dan mecin dengan total Rp 41.000
  3.      Biaya Overhead Pabrik Variabel di dapat dari biaya listrik dan gas 3kg dengan total Rp 64. 451. biaya listrik merupakan biaya semi variabel jadi akan masuk pada perhitungan di BOP variabel dan BOP Tetap
   4.      Biaya Overhead Pabrik Tetap di dapat dari biaya listrik dan biaya penyustan mesin dengan total Rp 3.917.
   5.      Biaya Tenaga Kerja Langsung di dapat dari upah karyawan dengan total Rp 100.000 untuk 2 orang karyawan.
  6.      Setelah mencari BBB, Biaya Bahan Penolong, BOP Variabel, BOP Tetap dan BTKL penulis mentotalkan semuanya sehingga mendapatkan harga pokok produksi yang ditotal menjadi Rp 969.368.
   7.      Setelah itu penulis bisa membandingan harga yang lebih hemat untuk UD. Bakso Solo sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Berikut tabel perbandingannya :
Perbandingan Pengeluaran Biaya Bakso
Membeli atau Membuat Sendri
Untuk 500 Butir Bakso Daging

Keterangan
Membuat Sendiri
(Rp)
Membeli dari Luar
(Rp)
Biaya Bahan Baku
760.000
-
Biaya Bahan Penolong
  41.000

BOP Variable
  64.451
-
BOP Tetap
    3.917

BTKL
100.000
-
Harga Beli
-
1.250.000*
Total Biaya Diferensial
969.368
1.250.000
Penghematan Biaya
280.632


Keterangan :
Harga beli bakso dari pihak luar = Rp 2.500/butir
Produksi Bakso dari pihak luar adalah :
500 butir bakso x Rp 2.500 = Rp 1.250.000*

Jika perusahaan membuat sendiri bakso yang akan di jual sebanyak 500 butir bakso maka biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 969.368 atau sebesar Rp 1.938 perbutir, sedangkan jika perusahaan membeli dari pemasok luar biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1.250.000 atau sebesar Rp 2.500 perbutir.
Berdasarkan analisis biaya diferensial dapat diputuskan bahwa manajemen Bakso Solo sebaiknya tetap membuat bakso sendiri dikarenakan dapat menghemat biaya sebesar Rp 280.632.

Korelasi Etika Dengan Ringkasan Penulisan Ilmiah
Struktur etika
            Sstruktur etika secara umum terbagi menjadi dua bagian besar yaitu:
  1.      Etika Umum : etika tentang kondisi dasar dan umum bagaimana manusia harus bertindak secara etis.
  2.      Etika Khusus : penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang khusus. Etika Khusus dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a)      Etika Individual
Etika yang menyangkut hubungan individu dengan dirinya sendiri.
b)      Etika Sosial
Etika yang menyangkut hubungan individu dengan lingkup kehidupannya.


Dari struktur etika diatas ringkasan penelitian ilmiah yang saya buat masuk ke dalam etika bisnis yang terdapat didalam etika sosial. Etika bisnis adalah suatu tindakan yang berakhlak dan berbudi dalam proses bisnis yang mengedepankan output usaha yang layak untuk mencukupi dan memenuhi kebutuhan konsumen yang bermutu dan bermanfaat.
Dalam penulisan yang saya buat adalah tentang perusahaan dalam mengambil keputusan atau tindakan yang harus di ambil oleh UD. Bakso Solo. Dalam penulisan saya perusahaan mengambil tindakan agar konsumen dapat merasakan kepuasan dalam mengkonsumsi bakso yang di jual, harga untuk bakso pun tidak mahal, sehingga perusahaan dan konsumen tidak ada yang merasa di rugikan.

Minggu, 02 April 2017

ARTIKEL PASSIV VOICE



Govt caves in to coal blackmail
Rangga D. Fadillah and Hans David Tampubolon, The Jakarta Post, Jakarta | Tue, 05/29/2012 7:00 AM
Jero Wacik: Energy and Mineral Resources Minister (JP/Ricky Yudhistira)Governors in Kalimantan have shown their enormous power after the government caved in to their demand to supply more fuel following a massive blockade of a major coal transport route.

Energy and Mineral Resources Minister Jero Wacik told reporters on Monday that the government would add to the supply of non-subsidized fuels as an emergency response to the blockade at the Barito River in South Kalimantan.

However, Jero said, those behind the blockade would be prosecuted for meddling with national energy security.

Jero said he had consulted with four governors in Kalimantan and told them that the blockade could be perceived as a direct result of their previous threat against the central government.

The governors — Awang Faroek Ishak of East Kalimantan, Rudy Arifin of South Kalimantan, Teras Narang of Central Kalimantan and Cornelis MH of West Kalimantan — and other regional representatives previously sent a petition to the ministry threatening to terminate coal supplies from Kalimantan if subsidized-fuel allocations were not raised.

The petition was also sent to upstream oil and gas regulator BPMigas and to the House of Representatives.

According to the Ministry, Indonesia has an estimated 21.13 billion tons of coal reserves nationwide, and 83 percent of its proven reserves are in Kalimantan. The island is also the world’s largest exporter of thermal coal for power plants.

The nation’s coal production topped 371 million tons last year, up 34.4 percent over 2010.

In their petition, the governors demanded that the House increase this year’s quota to 3.46 million kiloliters, up 27.8 percent from 2.71 million kiloliters set in the 2012 revised state budget.

Before the governors could execute their threat, hundreds of activists started the blockade using small boats on Saturday.

The activists claimed to represent the interests of the people of Kalimantan who opposed the systematic exploitation of the central government. One of the nation’s most prominent environment activist groups, the Indonesian Forum for the Environment (Walhi), also took part in the blockade.

“Our motivation is driven by our concern toward the unfair distribution of energy resources — fuel and electricity — in South Kalimantan[1].We want the locals to have the utmost authority over their region’s natural resources,” Walhi member Berry Furqon said.

Jero said he would continue to discuss with the governors about how to end the blockade.

“With the blockade, the provinces lose a source of revenue. The disruption of coal deliveries will also cause blackouts in Java and other islands nationwide because coal-fired power plants will not get a sufficient supply,” Jero said.

Any decision to raise subsidized-fuel allocations should be approved by the House, which would take time as it would require an amendment to the state budget law. In the meantime, the central government would raise the non-subsidized fuel allocation, Jero said.

Separately, state power utility PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) coal division head Helmi Najamudin said that for the time being the blockade would have no impact on PLN’s operations as the company had coal stocks sufficient for around 25 days.

“If the blockade goes on for the longer term, there will be massive blackouts in Java,” he said.

Satya W Yudha, a lawmaker on of House Commission VII overseeing energy, natural mineral resources, research and technology, and the environment, said that the governors had to produce verifiable data to support their argument for a larger fuel allocation.

“What really happened in Kalimantan is not just about subsidized-fuel scarcity but also about the misuse of the commodity. Most of the subsidized-fuel allocations in that region are being smuggled[2] or are consumed[3] by industries that are supposedly using non-subsidized fuels,” Satya said.

University of Indonesia energy expert Kurtubi, however, refused to blame industrial and mining companies for the chaotic situation in Kalimantan and instead pushed the central government to fulfill the demands of regional leaders for more subsidized fuel.

“Our quota policy is basically flawed. We set a quota of 40 million kiloliters for subsidized-fuel consumption this year but at the same time, we forgot that our quota last year exceeded 40 million kiloliters,” Kurtubi said.
Source: Geology Agency

http://endangkusumawati.blogspot.co.id/2012/06/artikel-koran-yang-mengandung-passive_06.html